Supernews.co.id-Harga emas kembali menunjukkan tajinya sebagai aset safe haven yang paling dicari ketika pasar keuangan global bergejolak. Investor di seluruh dunia mulai berpindah arah dari aset berisiko, seperti saham teknologi, dan kembali menumpuk emas untuk melindungi nilai kekayaan mereka. Lonjakan permintaan ini membuat harga emas dunia menanjak lebih dari 1% pada perdagangan Kamis (6/11/2025), mendekati level psikologis penting US$4.000 per troy ounce.
Harga emas di pasar spot menguat 1,3% menjadi US$3.983,89 per troy ounce. Sementara emas berjangka Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman Desember 2025 juga menguat 0,8% ke posisi US$3.992,90 per troy ounce. Kenaikan ini terjadi meskipun data ketenagakerjaan AS menunjukkan kinerja lebih baik dari perkiraan, yang biasanya menjadi sentimen negatif bagi logam mulia.
Analis pasar logam independen, Tai Wong, menilai pergerakan ini sebagai bentuk kejutan positif dari pasar. “Emas dan perak naik meskipun laporan ketenagakerjaan ADP lebih kuat dari ekspektasi. Ini melegakan pelaku pasar yang sempat panik ketika logam mulia ikut terkoreksi bersama aset berisiko pada sesi sebelumnya,” ujarnya.
Data Tenaga Kerja Buat Investor Cemas
Laporan ADP National Employment menunjukkan bahwa sektor swasta AS menambah 42.000 pekerjaan pada Oktober 2025, jauh di atas perkiraan Reuters yang hanya 28.000. Data ini menegaskan bahwa pasar tenaga kerja masih cukup solid, sehingga peluang pemangkasan suku bunga oleh bank sentral menjadi berkurang.
Umumnya, ketika tenaga kerja kuat, The Federal Reserve (The Fed) cenderung mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama. Kebijakan suku bunga tinggi biasanya menekan harga emas karena logam kuning tidak memberikan bunga atau imbal hasil. Namun kali ini, situasinya berbeda karena kekhawatiran investor terhadap risiko pasar saham jauh lebih besar dibanding potensi kenaikan suku bunga.
Saham AS Melemah Setelah Sentuh Rekor Tertinggi
Bursa saham AS yang sebelumnya menikmati reli panjang, kini mulai goyah. Kekhawatiran mengenai valuasi yang terlalu tinggi, khususnya pada saham teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), membuat investor berpikir ulang mengenai risiko koreksi mendalam.
Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals, menyebut lonjakan permintaan safe haven didorong oleh ketidakpastian arah pasar saham global.
“Trader mulai menyeimbangkan portofolio mereka ke aset aman karena kegelisahan terhadap kemungkinan terjadinya gelembung saham AI di tengah volatilitas pasar yang meningkat,” tutur Wyckoff.
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana sentimen pasar bisa berbalik begitu cepat, terutama ketika narasi pertumbuhan ekonomi rontok oleh dinamika geopolitik dan kebijakan moneter.
Kebijakan The Fed Masih Jadi Kunci
Pada pekan sebelumnya, The Fed telah memangkas suku bunga acuan AS dan memberi sinyal bahwa pemangkasan tersebut kemungkinan menjadi yang terakhir untuk tahun 2025. Namun kini, probabilitas pemangkasan suku bunga tambahan pada Desember turun drastis dari lebih 90% menjadi hanya sekitar 63%.
Situasi ini menciptakan ketidakpastian kebijakan, dan pada kondisi tersebut, emas biasanya menjadi pilihan utama investor yang ingin menjaga stabilitas asetnya.
Emas dikenal sebagai aset non-yielding yang justru bersinar saat suku bunga rendah dan ketidakpastian ekonomi meningkat. Dengan persepsi risiko ekonomi global yang menguat, emas makin memiliki tempat istimewa dalam strategi lindung nilai investor institusi maupun ritel.
Sorotan Politik AS Ikut Jadi Pemicu
Selain faktor ekonomi, dunia bisnis juga menyoroti persidangan Mahkamah Agung AS yang membahas legalitas tarif impor era Kepresidenan Donald Trump. Keputusan tersebut berpotensi mempengaruhi hubungan perdagangan internasional dan berimbas pada pasar global secara luas.
Ketidakpastian politik semacam ini secara historis meningkatkan daya tarik emas sebagai penyimpan nilai jangka panjang.
Logam Mulia Lain Ikut Menguat
Minat terhadap logam mulia tidak hanya terfokus pada emas. Investor juga mengalihkan dana ke komoditas lain yang memiliki karakteristik mirip safe haven.
Berikut pergerakan harga logam mulia lainnya:
- Perak naik 2,2% menjadi US$48,13 per troy ounce
- Platinum menguat 1,7% ke US$1.561,65 per troy ounce
- Palladium melonjak 2,4% ke US$1.424,22 per troy ounce
Kenaikan harga serentak ini menegaskan bahwa pasar tengah melakukan reposisi besar-besaran dari aset berisiko menuju logam bernilai.
Tren Emas: Berlanjut atau Terkoreksi?
Para analis memperkirakan bahwa jika ketidakpastian ekonomi global terus meningkat — mulai dari isu suku bunga, risiko geopolitik, hingga potensi bubble di pasar saham teknologi — maka harga emas sangat mungkin menembus level psikologis US$4.000 per troy ounce dalam waktu dekat.
Namun demikian, beberapa faktor masih perlu diwaspadai:
- Data ekonomi AS yang terlalu kuat bisa menekan ekspektasi penurunan suku bunga
- Jika pasar saham kembali pulih, investor bisa beralih dari safe haven
- Penguatan dolar AS berpotensi menahan momentum emas
Meski begitu, dalam jangka panjang, emas tetap dinilai sebagai instrumen lindung nilai paling stabil di tengah dunia yang penuh ketidakpastian.
Kenaikan harga emas pada awal November 2025 mencerminkan migrasi besar-besaran investor dari saham berisiko ke aset aman. Kombinasi pelemahan bursa, kekhawatiran gelembung AI, ketidakpastian arah suku bunga The Fed, serta dinamika politik perdagangan AS menjadi pemicu sentimen bullish terhadap emas.
Dengan situasi global yang masih dinamis, kemungkinan besar harga emas akan tetap menjadi sorotan utama di pasar komoditas, dan tidak menutup kemungkinan rekor baru akan tercetak dalam waktu dekat.










